Rabu, 14 Maret 2012

kiat menjadi plener



Nama Anggota
1. Ali Dhikri Fahrudin 3611100005
2. Sashira Aisyandini 3611100043
3. Haryo Prasetyo 3611100059
4. Yasser Basuwendro 3611100068
5. Adila Mahfiro 3611100072
Perencanaan Wilayah dan Kota 1KIAT-KIAT
MENJADI PLANNER
Perencanaan Wilayah dan Kota 2Apa itu
Planner
3PLANNER = Pelaku Perencanaan
Perencanaan adalah sebuah
tatanan struktural yang
beroriantasikan pada masa depan
yang bertujuan merencanakan
sesuatu
4Kiat-kiat menjadi
Planner9 kemampuan yang harus dimiliki
seorang Planner menurut American
Planner Association (APA)1. Pengetahuan tata
ruang perkotaan
dan desain fisik kota2. kemampuan menganalisis
informasi demografis3. pengetahuan tentang membuat
rencana dan mengevaluasi proyek4. pemahaman tentang program-program
pemerintah berkaitan dengan penataan
ruang5. Pemahaman tentang dampak sosial dan
lingkungan atas suatu rencana6. kemampuan menjadi fasilitator
atau mediator saat terjadi konflik
pemanfaatan ruang7. Pemahaman tentang hukum-hukum
yang berkaitan dengan penggunaan
lahan8. Penguasaan Sistem Informasi Geografis
(SIG) dan perangkat lunak pendukung lainnya9. Mampu
MempresentasikanTerima Kasih..

Jumat, 09 Maret 2012

tugas prekim


Permukiman Ilegal dikawasan Rel Kereta Api


Pinggiran kereta api (KA) menjadi alternatif permukiman bagi peduduk yang tidak memiliki lahan formal., selain bantaran sungai. Lahan kosong yang tidak terjaga dengan baik dimanfaatkan sebagian orang untuk tempat tinggal. Permukiman di rel kereta api itu makin lama semakin menjamur. Walau PT kereta api sebenarnya tidak henti – hentinya melakukan penertiban terhadap warga yang tinggal di sepanjang pinggir jalur kereta api, selain dilarang juga mengganggu operasional kereta api.

MENJAMURNYA PERMUKIMAN PINGGIRAN REL KA
“Setidaknya sudah 200 KK kita pulangkan daerah asal Jateng dan Jatim. Namun, siapa yang menjamin mereka tidak akan kembali lagi bahkan dengan rombongan yang lebih besar”, kata Sugeng Priyono, Manajer Humasda PT Kereta Api sewaktu ditemui kiprah di kantornya, Jakarta. Ia katakan, usaha melokasi warga pinggiran rel ke rumah susun sewa tidak mampu menarik minat mereka, karena tarif listrik dan air disana dianggap terlalu mahal dan memberatkan. Selain itu, kedekatan lokasi dengan tempat mencari nafkah juga menjadi alasan.
Seiring dengan perjalanan waktu, penduduk yang bermukim dan berusaha di sepanjang rel Kereta Api terus bertambah hingga melewati ambang batas. Dan alasan orang yang tinggal di pinggiran rel bukan karena mereka gampang untuk menaiki kereta api, tetapi mereka menganggap pinggiran rel sebagai daerah yang mudah dicapai, dekat dengan tempat mencari nafkah, dan sekaligus murah.
Itulah sebabnya, kita kini merasa terjadinya okupasi lahan bantaran rel kereta api mulai dari tepian ruang milik jalan, hingga daerah manfaat jalan. Padahal, itu merupakan daerah terlarang karena sangat berbahaya, mengganggu keselamatan opersional kereta, dan penghuninya sendiri.
Dibanyak lokasi bahkan telah tumbuh pasar darurat dan pasar tumpah. “Seharusnya daerah manfaat jalan itu bersih, bebas dari bentuk gangguan. Aturannya, pada jarak 20 meter kanan dan kiri rel harus bersih dari gangguan, termasuk hunian liar tadi,” tandas Sugeng.
Sugeng bercerita tentang kekhawatiran para masinis untuk mengeluarkan anggota badannya ketika harus melewati jalur Stasiun Beos Kota hingga Tanjung Periok, yang saat ini dipenuhi hunian liar. Mereka takut lehernya putus akibat tersambar seng bangunan liar warga.
Kondisi seperti itu bila dibiarkan terus menerus dan tidak ditertibkan, kata Sugeng, persoalannya akan semakin ruwet dan kompleks, karena menyangkut faktor sosio-ekonomi masyarakat, khususnya masarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Keseriusan PT Kereta Api dalam menangani kawasan kumuh di pinggiran rel tak hanya dilakukan melalui program penertiban atau sekedar menggusur, tetapi selalu mempertimbangkan faktor sosiologi dan psikologi masyarakat.
Pendekatan manusiawi dalam sosiaslisasinya, terbukti membuahkan hasil yang diinginkan. “Kami kompromikan, kami beri mereka batas waktu, peringatan, juga bantuan alat dan tenaga, serta prosesnya kita tunggui hingga rampung.”
Prinsipnya, kami selalu mengajak warga berdialog sebelum memberikan surat peringatan pembongkaran. Semua masyarakat yang memiliki bangunan dikawasan terlarang,  dipersilahkan membongkar sendiri bangunannya agar bahan bangunan dapat digunakan lagi untuk kepentingan lain,” kata Sugeng meyakinkan.
Melalui model pendekatan seperti itu, ternyata beberapa kawasan kumuh yang selama ini dianggap rawan, dapat diselesaikan tanpa gejolak, tidak mendapat perlawanan warga. Bahkan beberapa pemilik warung mau membongkar sendiri bangunan mereka.
Ia mencontohkan, saat penanganan kawasan kumuh di sepanjang rel kereta api antara Jakarta Kota dan Tanjung Periok, Tanah Abang batas Tanggerang atau Jatinegara batas Bekasi, kini kondisinya semakin membaik.
Sedang untuk mempertahankan kawasan itu agar tetap bersih dan rapi, pihak PT Kereta Api bekerja sama dengan melibatkan warga eks penghuni untuk ikut menjaga dan merawatnya.
Fatah (30), warga Klender, mengatakan, pihaknya setuju dengan penertiban ini, supaya lingkungan kumuh kawasan bantaran rel kereta api menjadi bersih dan rapih. Fatah dan beberapa warga lainnya juga turut membongkar bangunan warung makan, kios, WC umum yang selama ini mengganggu.
TUNTUTAN PERUT
Syair lagu “ siapa suruh datang Jakarta” kiranya tepat untuk menggambarkan betapa getir dan beratnya resiko perjuangan hidup kaum urban di Jakarta dan kota besar lainnya. Khususnya, dalam mengadu nasib meningkatkan ekonominya, meski mereka terpaksa bertempat tinggal dan berusaha di kawasan terlarang yang selalu diuber – uberkan oleh petugas Kamtib. Mereka tidak kapok karena telah terkondisi dengan keadaan seperti itu.
Mereka mengaku dan sadar bahwa selama ini mereka tinggal dan berusaha di atas lahan terlarang yang bukan haknya.  Namun, untuk pindah ke tempat lain bukan perkara gampang. Mereka memilih membangun rumah kumuh di pinggiran rel karena lokasinya berdekatan dengan tempat mereka mencari nafkah.
Umumnya mereka bermata pencaharian sebagai pedagang kecil atau pengasong, buruh kasar, pengepul barang – barang bekas. Sebagian dari mereka merupakan para pendatang ilegal, baik yang tinggal sementara maupun yang terus menetap. Seperti pengakuan Widodo (24), pemuda yang biasa jualan asongan asal Purwokerto, Jateng. “Bagi saya dan warga lain, meski mereka tinggal tak layak, hal itu harus diterima dengan sukacita karena dicapai dengan perjuangan yang tidak mudah. Asalkan bisa tetap punya uang, kami siap hidup serba minim. Resiko itu tidak besar karena kami siap hidup apa adanya ketimbang hidup sulit di desa,” ujarnya.
Melihat persoalan tersebut sudah saatnya pemerintah menyiapkan alternatif tempat tinggal yang layak bagi masyarakat. Pemerintah juga harus bertindak tegas dalam penataan kotanya, termasuk membebaskan permukiman liar di kawasan pinggiran rel kereta api, bantaran sungai, kolong jalan/jembatan, dan tanah kosong, serta pemakaman umum, agar tata ruang kota tidak semakin hancur.
Mengingat persoalan permukiman kumuh perkotaan semakin menggurita, sehingga pemecahannya pun seharusnya jangan parsial. Tetapi, harus secara menyeluruh, melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Sugeng pun mengakui bahwa PT Kereta Api tidak akan mampu mengatasi masalah kawasan kumuh sendirian. Ini karena menyangkut soal kemiskinan kota.
Sebagian besar ditentukan oleh sektor lain. Oleh karena itu, Sugeng mengharapkan munculnya kesadaran bersama dari semua sektor untuk bersama – sama berkontribusi dalam mengatasi permukiman kumuh ini dengan cara yang bijaksana.
Bagaimana pun, PT Kereta Api telah melakukan sejumlah pekerjaan yang diperlukan guna mengatasi pertumbuhan permukiman kumuh yang terus membayangi dinamika kota. Penertiban bangunan kumuh di lahan PT Kereta Api akan terus dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan persuasif, edukatif, dan dialogis untuk menimalkan konflik saat penertiban.(joe)

Senin, 20 Februari 2012